News

Masa transisi usai, penggunaan asuransi nasional untuk ekspor batubara sudah 100%

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kewajiban penggunaan asuransi nasional untuk ekspor batubara sudah berlaku efektif sejak 1 Juni 2019 lalu. Seiring dengan implementasi kebijakan tersebut, perusahaan dan eksportir batubara pun telah berbondong-bondong menggunakan asuransi nasional.


Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita menyampaikan, saat ini seluruh aktivitas pengapalan (shipment) ekspor batubara sudah memakai asuransi nasional.


Data itu didapat dari laporan enam lembaga surveyor yang mencatat aktivitas ekspor komoditas emas setelah berlaku efektif sejak bulan Juni.
“Jadi sudah berlaku penuh, dan penggunaan asuransi nasional untuk ekspor batubara sudah meningkat menjadi 100%,” kata Olvy kepada Kontan.co.id, Selasa (6/8).


Olvy mengatakan, angka tersebut meningkat drastis dibandingkan periode sebelum implementasi kebijakan ini.


Ketika wajib asuransi nasional ini belum berlaku efektif, Olvy menggambarkan penggunaan asuransi nasional hanya mencapai 6%-13% saja, atau hanya 110 shipment dari total 871 shipment dalam rata-rata per bulan aktivitas ekspor batubara.


Menurut Olvy, adanya masa transisi atau pilot project membuat kebijakan ini bisa berjalan efektif. Dalam masa transisi tersebut, perusahaan dan eksportir batubara maupun buyer dari luar negeri telah mempersiapkan diri atau melakukan negosiasi.
Pada masa itu pula, kata Olvy, Kementerian Perdagangan telah melakukan sosialisasi dan pendekatan terkait kebijakan ini. Khususnya ke pasar utama batubara Indonesia seperti China, India dan Jepang.


“Kita sudah cukup intens untuk memberikan penjelasan baik ke perusahaan maupun ke pemerintah (negara buyer). Jadi (kebijakan ini) sudah clear semuanya,” jelasnya.


Adapun, hingga 20 Juni 2019, tercatat ada 22 perusahaan asuransi nasional yang sudah terdaftar dan mendapatkan persetujuan. Jumlah itu terdiri dari 15 perusahaan asuransi dan 7 konsorsium asuransi nasional.


Sedangkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini, Olvy mengatakan bahwa pihaknya sudah memberlakukan pelaporan dan pengawasan secara online. Yakni melalui sistem online Inatrade yang secara mandatory telah diberlakukan sejak 16 Juli 2019.


Dengan Inatrade, sambung Olvy, lembaga surveyor dapat lebih mudah melakukan validasi polis asuransi nasional yang diterbitkan. Ini sebagai syarat agar lembaga surveyor bisa menerbitkan Laporan Surveyor (LS) yang menjadi syarat wajib dalam melakukan shipment di aktivitas ekspor batubara.


Olvy menekankan, tindakan tegas memang diperlukan agar kebijakan ini bisa berlaku efektif. “Jadi peringatan kan sudah pas kemarin masa uji coba. Yang jelas, sekarang FS nggak akan keluar (jika tidak memakai asuransi nasional). jadi ya nggak bisa ekspor,” ungkapnya.


Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan memberlakukan pilot project sejak 1 Februari hingga 31 Mei 2019.


Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir sebelumnya menyampaikan bahwa para pelaku usaha batubara memang menggunakan masa transisi tersebut untuk melakukan penjajakan dengan asuransi nasional.


Pada umumnya, kata Pandu, pelaku usaha batubara berkomitmen untuk mengikuti kebijakan ini. “Selama harga sama, tidak ada cost yang berbeda, oke saja untuk asuransi nasional,” katanya.

Sumber : Kontan.co.id