News

KPK selidiki dugaan transfer pricing batubara, ini komentar Ditjen Minerba

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengumpulkan rekapitulasi data kontrak penjualan batubara dan realisasi harga sesuai invoice sejak tahun 2017 hingga Juni 2019. Komisi Antirasuah itu tengah mendalami dugaan adanya manipulasi harga transfer (transfer pricing) dalam transaksi perdagangan batubara.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan hal tersebut merupakan langkah yang lumrah dilakukan oleh instansi penegak hukum. “Itu kan biasa, dimintai bukti-buktinya (kontrak penjualan dan realisasi harga), nggak apa apa,” kata Bambang kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).

Bambang bilang, pihaknya pun telah meneruskan permintaan KPK terkait rekapitulasi data tersebut. Namun, Bambang mengaku masih ada perusahaan yang belum melengkapi data yang diperlukan. “Sudah menyerahkan, tapi belum semuanya,” jelas Bambang.
Berdasarkan salinan surat yang diterima Kontan.co.id, hari ini (29/7) adalah tenggat waktu terakhir yang diberikan Direktorat Pembinan dan Pengusahaan Batubara untuk melengkapi data yang harus dipenuhi oleh perusahaan batubara.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM M. Hendrasto telah mengirimkan permintaan data kepada 51 perusahaan batubara pemegang PKP2B. Dalam surat tersebut, Hendrasto meminta supaya setiap perusahaan menyampaikan rekapitulasi data kontrak penjualan batubara dan realisasi harga sesuai invoice sejak tahun 2017, 2018 hingga Juni 2019.

“Mengingat pentingnya data tersebut, diharapkan rekapitulasi data kontrak penjualan batubara dan realisasi harga sesuai invoice dapat kami terima paling lambat 29 Juli 2019,” tegas Hendrasto dalam suratnya.
Sementara itu, terkait dengan dugaan adanya praktik transfer pricing, Bambang Gatot enggan berkomentar banyak. Bambang malah berdalih bahwa jika pun ada, praktik tersebut tidak terkait dengan Direktorat Jenderal Minerba.

Sebabnya, komponen royalti dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diambil dari Harga Patokan Batubara (HPB) yang diformulasikan berdasarkan Harga Batubara Acuan (HBA) pada masing-masing kelas kalori batubara.

Sehingga, kata Bambang, negara tidak dirugikan lantaran nilai yang diambil adalah nilai yang paling tinggi antara harga jual dan HBA. “Jadi kan ada patokannya, meski harga di bawah, tetap bayar royalty memakai HBA. Jadi nggak ada urusannya (dengan transfer pricing),” terang Bambang.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengklaim bahwa pihaknya pun telah mengantisipasi praktek transfer pricing. Hestu bilang, para wajib pajak tidak dapat semaunya sendiri dalam menentukan harga transfer.

Ia menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016, telah diatur kewajiban untuk menyelenggarakan serta menyimpan dokumen dan informasi mengenai penentuan harga transfer (TP doc).

Dokumen yang dimaksud menyangkut informasi tentang pihak-pihak afiliasi, transaksi yang terjadi, dan penentuan harga transfer yang sesuai kewajaran dan kelaziman usaha. “Bahkan ada laporan per negara (country by country). Wajib pajak pun diwajibkan melampirkan ikhtisar dokumen dan informasi tersebut dalam SPT tahunan Badan-nya,” terang Hestu.
Hestu juga mengklaim, dalam praktek pengawasan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pihaknya memiliki berbagai macam data pembanding untuk menentukan kepatuhan para wajib pajak. “Seperti harga patokan, harga pasar internasional dan lainnya, KKP akan menganalisa itu untuk menentukan kewajaran dari harga transfer yang dilakukan,” jelasnya.

Jika dinilai terdapat ketidak wajaran, wajib pajak pun akan diminta untuk melakukan koreksi. Sayangnya, terkait dengan hasil pengawasan transfer pricing tersebut, Hestu mengaku belum memegang datanya. “Itu dilakukan di KKP, saya tidak punya datanya,” ujar Hestu.

Terkait dengan langkah KPK yang mendalami adanya dugaan transfer pricing, Hestu mengaku bahwa pihaknya mendukung upaya tersebut. Apabila nantinya KPK dapat mengungkap fakta perihal transfer pricing yang tidak lazim, Hestu menegaskan bahwa pihaknya terbuka untuk menjadikan temuan tersebut sebagai masukan dalam pengawasan wajib pajak.

“Kami mendukung itu, apabila hasil kajian KPK nantinya mengungkap praktik transfer pricing yang berbeda dengan yang dilaporkan oleh wajib pajak, dan hasinya disampaikan ke kami, tentunya akan menjadi nilai tambah untuk mengawasi para wajib pajak dengan lebih baik,” tandasnya.

Sumber : Kontan.co.id